PERBEDAAN DALAM PRINSIP AGAMA ISLAM

Tanggal 10 Dzulhijah telah berlalu namun kemeriahannya masih terasa sampai sekarang, lantunan takbir masih terdengar mengalun di masjid/musholla di waktu sholat tiba. Dan seperti pada Idul Fitri tahun ini, Idul Adha pun dilalui dengan dualisme penetapan waktu, yaitu versi Muhammadiyah dan versi umum atau nasional. Pada dasarnya perbedaan penetapan tentang penetapan hari raya semacam ini hanyalah sebagian kecil dari perbedaan-perbedaan yang ada dalam agama Islam, ada perbedaan-perbadaan lain yang kita bisa rasakan dan lihat setiap hari seperti masalah qunut, jumlah rokaat dalam tarawih, soal tahlil dan masih banyak lagi, bahkan dalam surat al fatihah pun terjadi perbedaan pandangan, ada yang menyebut Bismillah sebagai bagian alfatihah namun ada juga yg mengatakan bukan. Tafsir Al Misabah menyebutkan bahwa Imam Malik berpendapat bismillah bukan bagian dari Al Fatihah sedangkan Imam Syafi’i menganggap bahwa Bismillah bagian dari Al Fatihah. 

Sejalan dengan perkembangan pemikiran umat hal ini semakin lama semakin di maklumi dan bisa disepakati bersama meskipun dalam skup yang kecil, hal itu sampai sekarang masih menyisakan pertanyaan, khususnya bagi mereka yang masih awam dalam hal agama seperti : kenapa dalam agama Islam banyak sering terjadi perbedaan padahal mereka berpegang pada Al Quran yang sama, hadits yang bersumber pada nabi yang sama tapi kenapa menghasilkan keputusan yang berbeda.

Mungkin sekilas ini pertanyaan yang ringan namun butuh jawaban yang pas, karena jika tidak pas maka akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru dan seterusnya. 

Sebenarnya para ulama sudah membahas hal itu dalam adabul ikhtilaf atau etika berbeda pendapat. Yang harus dipahami bersama bahwa perbedaan pendapat merupakan sebuah keniscayaan sesuai dengan firman Allah Al Maidah 48 yang artinya : “Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah di berikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan”

Dari ayat tersebut dapat simpulkan bahwa bisa saja Allah ciptakan manusia dalam satu wadah atau satu golongan dan dengan satu pendapat namun itu tidak dilakukan Allah, tentu saja untuk maksud-maksud tertentu.

Perbedaan itu sendiri jika dilihat dari sumbernya, dibagi menjadi dua jenis yaitu perbedaan berbasis ilmu dan perbedaan berbasis kepentingan. Perbedaan berbasis ilmu dalam agama merupakan Rahmat makanya disebutkan oleh nabi bahwa “Ikhtulafi umati rokhmah” perbedaan dalam umatku adalah rahmat. Sedangkan perbedaan dalam kepentingan merupakan musibah jika didasari ambisi perorangan kelompok atau golongan maka hindarilah perbedaan yang semacam ini.

Jenis perbedaan berbasis ilmu pun masih dibagi lagi menjadi dua yaitu perbedaan yang menyangkut prinsip agama (Ushul) dan perbedaan yang bersifat cabang agama (furu'). Untuk menyikapi perbedaan yang menyangkut prinsip agama tentu dengan berdakwah atau meluruskan dengan memberi pengetahuan agama sementara untuk menyikapi perbedaan yang bersifat cabang agama cukup dengan menghormatinya saja dengan cara Tidak fanatik pada pendapatnya sendiri, tidak membesar-besarkan perbedaan dan tidak menganggap bahwa perbedaan berdampak negative.

Sejarah mencatat bahwa Imam Syafi’i pernah tidak melakukan qunut saat melaksanakan shalat Subuh di Masjid Agung Abu Hanifah yang terletak di dekat makam Imam Abu Hanifah, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari menceritakan dalam salah satu kitabnya bahwa Imam Syafi’i Saat melaksanakan shalat Subuh di Masjid Imam Hanafi, tidak membaca qunut karena menjaga adab terhadap sosok Imam Hanafi yang memang tidak menggunakan qunut saat sholat subuh. 

Terkait dengan perbedaan, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, Imam Besar Masjid Istiqlal dalam tulisannya pernah menyatir QS Yusuf ayat 67 yang artinya : “Dan dia (Yakub) berkata, "Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda.”

Dalam pandangannya, ayat tersebut mengisyaratkan umat Islam diperbolehkan untuk masuk atau mengamalkan ajaran Islam dari dengan mengambil salah satu firqoh atau golongan manapun yang diyakini.

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang terkait dengan perbedaan yang semakin menguatkan sisi keagamaan umat(adm)